Mohamad Bijaksana Junerosano, Tas Ramah Lingkungan Berdayakan Industri Rumahan
Sabtu, 01 Desember 2012
Lewat PT Greeneration Indonesia (GI) yang ia pimpin, pria yang akrab dipanggil Sano (31) ini tiap bulannya kini bisa memproduksi sebanyak 15.000 tas ramah lingkungan merek baGoes. Uniknya tas tersebut tidak dibuat di pabrik secara modern, melainkan oleh para penjahit industri rumahan yang berada di wilayah Bandung.
“ITU MEMANG menjadi komitmen kami di GI. Kami ingin ikut memberdayakan ma¬sya¬rakat melalui tas yang kami produksi,” jelas Sano saat ditemui di kantornya di Bandung. Dengan cara seperti itu, selain mampu mengembangkan usahanya, GI juga berkesempatan untuk meningkatkan taraf kehidupan masya¬rakat disekitar lokasi usahanya. Sano ingin masyarakat banyak juga menikmati hasil usahanya. Hal ini terbukti dari keterlibatan 28 penjahit yang terbagi menjadi 6 kelompok dalam proses produksi tas baGoes.
Kelebihan produknya terletak di bahan bakunya yang tidak menggunakan plastik. Sebagaimana kita ketahui bersama, limbah plastik merupakan sampah yang sulit terurai dalam kurun waktu puluhan hingga ratusan tahun. Namun melalui penggunaan tas baGoes, dengan menggunakan satu tas untuk berbagai macam keperluan, maka kita dapat membantu menyelamatkan lingkungan, Mengingat tas baGoes merupakan tas belanja lipat yang bisa digunakan untuk 1.000 kali pemakaian karena terbuat dari berbahan polyester, katun blacu dan laken spunbond.
Wujudkan Mimpi
Ide untuk membuat tas ini, berasal dari kegelisahan Sano pada masalah lingkungan, khususnya sampah. Oleh ka¬rena itu, ketika memasuki bangku kuliah ia memilih Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai tempatnya mempelajari ilmu tentang pengelolaan. GI sendiri yang pada awalnya adalah sebuah komunitas peduli lingkungan yang dibentuk Sano sejak tahun 2005 lalu dan berkembang menjadi wadah social entrepreneur pada tahun 2008. “Secara konsep GI merupakan penggabungan antara entrepreneurship dan lingkungan. Memang dirancang seperti ini karena kita ingin menciptakan kemandirian ekonomi pada masyarakat,” ucap Sano.
Tas baGoes (singkatan dari bag dan goes) dibuat sebagai bagian dari program DietKresek yang dicanangkan GI. Awalnya Sano hanya membuat satu buah tas contoh saja dengan bermodalkan dana pribadinya. Adapun untuk memproduksi lebih banyak tas ia tidak memiliki modal. Atas saran temannya, ia pun meminjam ke Bank Mandiri di Bandung tahun 2008 lalu. Uang Rp 4 juta hasil pinjamannya tersebut ia gunakan untuk membuat 80 tas baGoes yang dibuat oleh 2 penjahit, dimana tas tersebut ia jual untuk pertama kalinya saat pameran di Universitas Indonesia.
Ternyata tas hasil produksinya tersebut laku terjual. Inilah yang membuat Sano semakin bersemangat. Nama tas baGoes pun mulai banyak dikenal orang. Hasil penjualan tas tersebut kemudian ia putar untuk memperbanyak produksi tasnya. Lambat laun usahanya pun makin berkembang. Saat ini, dari seluruh hasil penjualan tas baGoes, sekitar 80%nya adalah custom order yang berasal dari lembaga-lembaga, perusahaan atau komunitas yang peduli lingkungan, sedangkan sisanya ia jual langsung lewat marketing online.
Omzet Naik Dua Kali Lipat
Namundemikian, bukan berarti usahanya ini tidak menghadapi kendala. “Ini bukan tas biasa. Oleh karena itu, orang yang membeli produknya tersebut biasanya sudah memiliki kesadaran tentang lingkungan,” terang Sano. Tidak jarang orang menolak produk buatannya. Belum lagi dari pihak keluarga yang menyangsikan keberlangsungan usahanya tersebut. Tapi hal itulah yang justru semakin menambah semangatnya memasarkan produk buatannya tersebut.
Sano bersyukur, saat ini kehidupan pelaku usaha industri rumahan yang membantunya dalam produksi tas baGoes menjadi semakin baik, seiring dengan bertambah banyaknya pesanan tas yang mereka kerjakan. Para penjahit tersebut berkesempatan pula untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari Bank Mandiri sebesar Rp 20 juta per penjahit guna menambah kapasitas mesin jahitnya. “Meski begitu, untuk memenuhi pesanan kami saja mereka kadang masih kewalahan,” sambung Sano tersenyum. Omzet usaha yang diperoleh Sano pun semakin lama semakin meningkat. Tahun 2009 lalu Sano memperoleh omzet usaha sebesar Rp 216 juta, namun pada tahun 2010 berhasil naik menjadi Rp 550 Juta dan pada tahun berikutnya kembali naik menjadi Rp 1,11 miliar. Jumlah penjahit yang terlibat dalam proses produksinya pun juga menunjukkan perkembangan yang cukup berarti, dimana awalnya hanya 2 orang, namun kini telah berkembang menjadi 28 orang.
Sano mencoba ikut serta dalam ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) tahun 2011. Di ajang tersebut, Sano menjadi salah satu finalis nasional WMM untuk kategori usaha industri kreatif. Sano juga berkesempatan mendapatkan beragam pelatihan, terutama mengenai manajemen dan etika dalam ber-bisnis. Hal tersebut sangat membantunya dalam mengembangkan usaha. Diakui Sano, semenjak bergabung dengan Bank Mandiri usahanya semakin berkembang. Tidak hanya dibantu dalam soal permodalan, tapi ia juga dibantumendapatkan bantuan dalam hal promosi dan pelatihan usaha.
Satu hal lagi, ucap Sano, yang ikut menentukan keberhasilan usahanya adalah tim yang solid. “Tanpa mereka, mungkin usaha saya tidak akan seperti sekarang.” Awalnya Sano hanya dibantu oleh rekannya Dodi dalam berusaha, namun kini telah ada 21 orang yang masuk tim inti usaha (diluar 28 penjahit yang menjadi mitra usahanya).
Kiat Sukses
Menjalani usaha dengan HEPIH:
- Harmony. Menjaga keseimbangan antara keluarga, pekerjaan dan lingkungan.
- Empower. Memberdayakan kekuatan yang ada.
- Plenitude. Setiap usaha yang dikerjakan harus sempurna, lengkap dan komplit. Meski harus tetap tahu batasnya.
- Ingenuity. Harus terus kreatif, dengan mengembangkan imajinasi.
- Humanity. Berbagi dengan orang lain.
Omzet usaha:
2009: Rp 216 juta
2010: Rp 550 juta
2011: Rp 1,11 miliar
2012: Diprediksi lebih dari Rp 2 miliar
Tas baGoes dijual Rp 25.000 - Rp 150.000
Strategi penjualan tas baGoes
Penjualan retail:
- Lewat online shop dan online marketing.
- Penjualan langsung, saat ini bekerjasama dengan Circle K Indonesia (di outlet-outlet khusus).
Target pasar:
- Lima kota besar di Jawa dan Bali.
- Laki-laki dan perempuan yang peduli akan lingkungan.
- Sasaran utama berumur 25-39 tahun. Selanjutnya adalah segmen usia 19-14 tahun dan 40 tahun ke atas.
- Kelas menengah ke atas, berpendidikan tinggi (minimal diploma).
Penjualan untuk custom order:
- Secara langsung ke top level management.
- Perusahaan, berikut event organizers, komunitas lingkungan hidup dan lain-lain.
- Pengenalan produk dan menginformasikan produk yang dibuat.
Target pasar:
- Organisasi lingkungan hidup.
- Perusahaan yang tergabung dalam Indonesia Business Link.
- Badan Usaha Milik Negara.
- Institusi pendidikan, komunitas yang peduli akan lingkungan.